19/04/15

"jangan membanting pintu, siapa tahu kita harus kembali" -- BF, 2015

awalnya, baca kalimat di atas, cuma bisa merespon dengan sebuah gumaman kecil. tapi tetiba ingin membacanya sekali lagi untuk memastikan kalo gw paham sama apa yang gw baca. asem, pada akhirnya tetep gw ga paham.

3 menit setelah gw menutup mata, gw putuskan untuk membaca sekali lagi. status wa temen ampuh membuat gw berpikir sampe sedikit menyandarkan bahu.

gw tau lu yang baca ini lebih cerdas daripada gw untuk memahami kalimat di atas. jadi, jangan ngeledek >.<

gw gatau apa pemikiran gw ini sudah hasil pemahaman yang matang apa belom, tapi yang jelas, ada beberapa yang gw tangkep :
1. kita seringkali menolak mentah-mentah suatu hal, padahal boleh jadi yang kita tolak itu adalah kebutuhan kita di masa depan
2. jangan lebay, kalopun mau nolak, kita cukup tutup dengan bijak, biar suatu saat, butuh atau engga, kita bisa buka lagi itu pintu
3. jangan plin plan, kalopun mau nutup pintu, ya tutup aja, jangan disisakan celah, php tuh
4. ekstrem, kalo emang hobi kita banting pintu, gw harap lu cari atau buat pintu sendiri yang bisa lu buka sesuka hati
5. terakhir, yang paling parah, ketika pintu itu kita banting, dan itu rusak parah. kalopun kita kembali, mungkin kita tidak bisa membukanya lagi
atau ada yang lain?

so deep, menurut gw. simple, tapi sarat makna. dan... sering terjadi di sekeliling atau bahkan diri kita sendiri.
terimakasih, sob, jadi bahan evaluasi bersama~

14/04/15

- permintaan dari temen untuk di posting -

ketika cinta memohon untuk tak saling berjumpa | ketika itu pula | cinta akan lahir kembali dengan wajah baru | bernama rindu.. -- Lila

Dia tak akan kehabisan cara untuk mempertemukan perempuan yang menjaga kesuciannya dengan laki-laki yang menjaga keimanannya.. -- Lila

Cintu itu tanggungjawab. Aku akan bertanggungjawab atas senyum kamu, atas air mata kamu, atas apapun yang terjadi dengan kamu. -- Nazrul Anwar

Apa kabarmu, Cinta?

10/04/15

Pasang surut semangat berdentum dari kejauhan
Angin berlari mengejar pada suatu yang tak pasti
Sepasang tangan meraih asa dari sumber kekuatan
Suara tertawa histeris sambil sibuk mencaci

Keluh dari seorang yang tua renta akan rumput tetangga
Memulai syukur acap kali bersujud pada malamnya
Menutup simbol-simbol nista dalam masa lalu
Melupakan duka untuk membentuk wajah baru

Lonceng jatuh dari pujangga yang bersedih
Pertanda bahwa tak akan ada lagi senyuman
Menatap haru pada hukuman yang pedih
Berbangga pada dosa-dosa yang ringan

Berputarlah warna pelangi
Mempersiapkan jutaan kesempatan
Bukankah kau di sini?
Lalu mengapa kau tak berlari ke depan?

"Aku baru sadar bahwa cinta itu bicara tentang bagaimana, bukan mengapa. Aku terperanjat mendengar kata-katamu : Cobalah untuk tidak bertanya 'mengapa aku mencintaimu?', karena itu tandanya kau perlu alasan untuk mencintaiku. mulailah dengan bertanya 'bagaimana aku mencintaimu?' itu tandanya, kau akan mencoba mencintaiku seperti aku mencintaimu."

Teman Lila