Gemericik kebencianmu mungkin masih sangat deras
Bahkan begitu terasa kala tiba-tiba kau membanjur meledak karena amarah
Tepatnya, amarah dalam diam yang membuatku terpaksa menelan ludah
Tidak terasa apapun, apalagi pahit, sakit, atau segala jajarannya
Kecuali perasaan yang ingin membuatmu tersungkur
Karena apa? Karena aku sudah ingin berhenti merusak tebing itu
Aku tak sekuat tempatmu berpijak
Kini sikapmu semakin membuatku sulit untuk berdiri tegak, menyanggupimu
Aku tak bisa membedakan apa arti sebuah keramahan
Mungkin aku yang tenggelam dalam samudera kecemburuan
Tapi matamu banyak sekali keinginan
Dan sejujurnya, aku tidak pernah mengenali matamu
Seminggu ini kau benar-benar melakukan apa yang aku duga
Dan ku anggap itu adalah sebuah penghormatan untukku
Walau aku tau mengapa kau begitu
Juga tentang sebuah penghormatan yang temanmu bisikkan padaku
Sudah tergambar jelas di langit petang dan senja
Daun yang berjatuhan pun mengerti getirnya hari ini
Ku harap, malam segera berganti dengan pagi
Karena mungkin aku sudah siap mendaki tebing yang lain
"kamu : memahaminya tak semudah mengucapkannya. Dan maaf jika selama ini aku memberatkan nafasmu.."