31/03/14

Bunga Terakhir Kakak



- postingan spesial -

Di Bulan Maret ini, banyak "guncangan", khususnya di dalam diri saya sendiri. Rasanyaaa.. nikmat..! Ada satu tanggal di bulan ini yang membuat saya rela membuang waktu untuk sekedar melamun dalam waktu yang lama. Yap, tanggal 30 Maret, bertepatan dengan hari wafatnya kakak saya, Rifdah Izzatunnisaa, 2 tahun lalu.

Hari ini, pagi-pagi saya sudah sedikit "kelimpungan" tiap kali melihat tanggalan atau kalender. Saya upayakan untuk mengalihkan fokus dan bergabung dengan teman-teman yang lain di sebuah agenda besar di Bogor. Saya pikir, saya akan benar-benar melupakan sejenak tanggal ini, tapi memang kadang semakin ingin di lupakan, maka akan semakin teringat. Ujung-ujungnya, saya semakin teringat dengan dia ketika melihat teteh-teteh panitia di sini, seperti melihat bayang-bayangnya. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang lebih cepat dari yang seharusnya. Saya berpikir bahwa rumah adalah tempat yang tepat di segala kondisi.

Di rumah, melihat Ummi yang (berusaha) sibuk dengan dapurnya, adik yang asik sendiri di kamarnya, dan Abi yang pergi seusai saya sampai di rumah. Aku langsung ke kamar setelah menyapa 'orang dalam' satu persatu. Di kamar, justru saya semakin terlihat gusar dan ga jelas. Tidur pun tidak bisa. Padahal ga tau mau melakukan hal apa. Saya coba untuk ngobrol dengan Ummi sambil nonton tv, mencari acara yang mungkin bisa membuat sedikit tertawa.

Sorenya, Abi pulang dan mengajak untuk ke makam kakak. Saya ke sana, dengan hati yang deg-degan, ga tau kenapa. Berjalan menginjak daun mati yang berjatuhan di tanah dengan di temani oleh suara burung yang sesekali lewat. Sepi. Langkah saya semakin kecil. Membayangkan di alam sana juga sepi seperti ini. Sendirian. Mungkin gelap. Tak lama, terlihat makan kaka saya yang di kelilingi oleh beberapa tanaman yang tumbuh sehat. Abi bilang, "Masya Allah.. Tanaman apapun di dekat makan mbak, tumbuh subur gitu aja, ga ada yang mati dari awal di taro di sini.."

Hampir sejam saya berdo'a dan ngobrol dengan tumpukan tanah yang menimbun jasadnya. Ngobrol asik seperti dahulu ngobrol semasa hidupnya. Semuanya di bahas. Tidak terasa air mata itu jatuh menetes. Satu. Dua. Tiga. Dan tidak terhitung lagi. Menikmati bayang-bayang 2 tahun lalu ketika saya mendapat kabar kematiannya. Allah.. Allah.. Rasanya seperti ga napak di tanah. Bahkan lupa kalo itu masih jam sekolah. Entah berapa orang yang bingung melihat saya berjalan ke depan sekolah dengan wajah yang tidak sebaik pagi tadi. Beruntungnya, saya memiliki banyak teman yang sangat baik. Bahkan ada yang rela mengantarkan saya ke rumah sakit, dimana kakak saya di urus jenazahnya.

Bayangan itu terus berputar di otak saya. Sampai akhirnya saya tidak kuat, saya duduk persis di samping makamnya. Mengelus tanahnya yang berumput. Mencoba mengabarkan bahwa saya dan keluarga di sini baik-baik saja padanya. Tapi (selalu) saya tidak bisa mendengar kabarnya, bahkan suaranya pun. Tapi pasti ini yang terbaik. Allah lebih mengetahui yang baik bagi kakak, saya, dan keluarga saya. Dan pasti Allah sudah menjaganya di tempat yang sangat baik. Melihat sekeliling, dan langit mulai gelap. Aku memutuskan untuk pulang lagi ke rumah.

Sambil menunggu abi memutar-balikkan motornya. Aku memetik bunga yang tepat ada di sebelah makamnya. Sengaja di letakkan di sana, kata seorang nenek yang rumahnya tak jauh dari makam kakak. Foto di atas saya ambil dalam perjalanan pulang. Itu bunga yang saya petik. Kalo inget bunga, jujur saya agak risih. Tidak seperti perempuan biasanya, justru saya kadang menghindar dari bunga. Kenapa?

Tanggal 20 Maret 2012, saat saya milad, seperti biasa, kami berusaha berkumpul, di samping agenda masing-masing. Kami makan malam bersama, sederhana, tidak bermaksud merayakan hari milad saya. Kakak tepat berada di kanan saya. Kami ngobrol banyak hal. Saat saya mencoba fokus terhadap tulisan yang ada di hp, kakak menyanyikan lagu Afg*n yang berjudul Bunga Terakhir. Entah kenapa.. Saat itu saya memperhatikannya lama sekali. Sampai akhirnya makanan siap di santap. Saat itu, aku lupa dengan lagunya.

Tapi aku tak lupa juga sampai saat ini. Agak trauma juga dengan lagu Afg*n itu, dengan bunga, dengan truk, dengan kecelakaan motor, dengan semua kenangan yang terus mengingatkan saya padanya. Tapi saya yakin, Allah tidak akan memberikan masalah di luar kemampuan saya. Berarti saya seharusnya bisa lebih kuat dari sekarang. Pasti bisa, insya Allah.

Setelah pulang, tidak lama dari itu saya dikejutkan dengan hadirnya tamu. Yap, beliau adalah guru mengaji saya yang saya anggap sebagai Bapak Muda. Beliau datang bersama istrinya. Mereka berdua sudah lama dekat dengan keluarga saya. Melihat istrinya seringkali saya melihat seperti mempunyai kakak baru, entah apa itu hanya perasaan saya saja..

Tidak lama, datang lagi 2 kakak kelas saya di malam harinya, dan kami bergabung. Mereka juga sudah lama kenal dengan keluarga saya. Mereka sangat baik, sebaik Bapak Muda dan istrinya juga. Mereka yang mampu membuat saya bangun dari keterpurukan kecil saya. Banyak obrolan yang kami lakukan guna saling menghibur di hari wafatnya kakak. Tanpa melupakannya, tentunya. Banyak do'a yang keluar dari mulut mereka, dan... mereka sangat tulus menyayangi orang tua saya.

Mata saya lelah, akhirnya. Saya putuskan untuk tidur, setelah memandangi foto bunga yang saya jadikan wallpaper di hp. Hari ini, istimewa. Sama istimewanya dengan kehadiranmu selama 17 tahun di usiaku..

0 komentar:

Posting Komentar

Bicaralah :D

Teman Lila