23/10/12

Dan ulahmu itu adalah hal kecil yang mmembuatku benar-benar takut
Takut untuk kehilanganmu dan takut untuk tak bisa lepas darimu
Dan keraguan atas rasa maafmu padaku adalah gombalanmu yang terpendam
Aku menanti manjamu saat mungkin kau lelah berlarian di relung hatiku

Hapus sudah air mata yang melahirkan muara di ujung sana
Aku bangga memiliki engkau beserta kesalahan-kesalahanmu
Aku bahagia bersama engkau beserta kesalahan-kesalahanmu


"Kesalahanmu setiap hari adalah makanan lezatku sebagai pupuk yang akan menumbuhkan cinta di surga kecil kita. Aku mencintaimu beserta jajaran kesalahanmu."

16/10/12

Mereke berkata, kau menungguku di ambang daun pintu yang terbuka sedikit
Menanti kehadiranku yang baru pergi sejak malam sebelum kau terpejam
Aku meringis tersentuh kala membayangkan raut wajah senyum cerminan sakit
Aku tak sanggup membuatmu terluka dengan candaanku yang mungkin terlalu kejam

Setiap malam kau menangis tersedu-sedu dengan Al-Qur'an di pangkuanmu
Tak pernah lepas namaku di dalam do'amu yang kau panjatkan dengan sukarela
Aku selalu menunduk melihat ini sambil menyibakkan air mata, kaku
Ku tak pernah membiarkan kepalamu bersandar pada dinding yang tak hangat
Ku tak pernah ingin melihatmu berdiam uraian air mata melihatku terlelap

Baik, aku benar-benar pulang pada rumah surga kita yang sudah kokoh
Walau terkadang tetap saja aku tidak disisimu saat aku mencium keningmu
Tapi hati ini terpaut pada satu raut wajah yang terkasih dan tercinta

Dengan ini aku mulai mengerti makna dari kecupanmu sejak aku lahir di dunia
Merasa benar-benar berdosa untuk berkata "aku tak pulang ke pelukanmu malam ini"
Padahal sejujurnya aku pasti, PASTI, pulang ke pangkuanmu untuk rehat dipelukanmu

10/10/12

Terjerumus dalam ketakutan yang tak berasal memang bernama keraguan
Dan kamu berada dalam lingkaran itu bersama dugaan yang belum tentu benar

Belajarlah mengerti bahwa kenyamanan itu sangat berharga
Dan belajarlah mengingat bahwa kesehatan itu patut untuk disyukuri
Potongan kisah ini pernah tertuang dalam selembar kertas putih
Pada dimensi ranting batang pohon yang sedikit berbeda dariku


Kubaca sekilas nadi yang mengalir dengan riang malam itu
Aku mengira hanya sebatas percikan yang membuatnya berhenti sejenak
Namun ternyata ada sebuah gumpalan kotoran yang penuh luka

Aku tidak bisa membaca isi hatinya yang mungkin mulai sekokoh pilar imannya
Aku juga tidak bisa membuatnya terus menatap langit yang tak bisa ia gapai

Melihat dirinya sekarang seperti bintang yang tetap bersinar namun semakin jauh
Jauh dariku, darimu, dari kalian, dan dari mereka
Tak mengapa bagiku jika itu membuatmu tak menjadi orang yang dangkal akan akal

Biar bayangmu di sana bersama angin yang menyejukkan
Biar bayangmu di sana bersama air yang menyegarkan
Asal sosokmu masih di sini bersama kami yang penuh dengan peluh keringat
Bersama kami yang juga mengajakmu bergerak

Satu hal yang pernah terucap dari mulutmu, kini diuji untuk dirimu


Berhentilah untuk berhenti!
Lembaran putihmu mulai menjadi dasar pola ingatan banyak muslim

Teman Lila