Air Tak Ingin Kembali

"ketika tak ada bahu untuk bersandar maka masih ada lantai untuk bersujud pada Rabb-Mu.."

Mungkin ini yang membuat saya enggan meminta bahu dari siapapun. Saya utamakan pada lantai untuk bersujud. Sekalipun kondisinya lebih dekat dengan sang bahu tadi.

Bulan ini awal Bulan April yang menegangkan. Kenapa? Banyak yang menuntut saya untuk lebih sering diam dan mendengarkan sekitar. Berulang kali bermimpi kelak apa yang akan terjadi jika benar-benar tak ada saya di sini. Tak ada di dunia ini, maksudnya.


Jangan-jangan selama ini saya hanya menjadi robot gagal produksi di pojokan gudang.

Saya sudah terlalu banyak omong, cendering tidak berguna dan banyak bercanda. Walau kadang itu yang membuat saya senang melihat Ummi terhibur dengan anaknya yang hanya pulang seminggu sekali ini. Tapi rasanya sudah saatnya dikurangi. Tidak ada kata terlambat kan dalam hal kebaikan untuk orang-orang yang Insya Allah tulus berubah?

"Ketika kita tidak bisa bermanfaat bagi orang lain, upayakan juga untuk tidak merugikan orang lain.."

Ini kalimat yang pernah di tulis saat mulai lelah dengan sikap diri sendiri. Merasa sok sibuk dan kurang dengan waktu 24 jam sehari. Padahal apa? Kebanyakan mengeluh dalam hati.

Saya tidak sempurna, sudah pasti. Tapi rasanya hidup saya sempurna dengan mengenal orang-orang shalih. Bahkan saya sedikit takjub juga, kok bisa mereka mau mempunyai sahabat seperti saya ini?

---

air mengalir ini mempunyai jalannya sendiri
ia tak lagi bisa terjun bebas dengan deras
lihat ia yang mulai menghampiri rumput berduri
melewati jalan kecil yang terhimpun batu keras
tidak meminta pertolongan karena jarang memberi
agar hidupnya seolah bisa selaras

memberikan penghidupan pada lumut
mereka menari menyambut air itu
senantiasa saling bertukar senyum bak semut
lihat air itu berhenti karena jalan buntu

enyah!
enyahlah!
dan lubang pun mulai memberi jalan keluar
air itu akhirnya tetap terjun bebas dengan deras

air tak ingin kembali
air tak ingin pulang