28/12/12


Panggilan itu mungkin sejak ada sekitar 4 tahun yang lalu
Bersama peri-peri cantik yang bersembunyi di ilalang belakang rumahku
Aku tidak terperanjat ketika air yang kau siram membasahi kepala ini
Aku merasa bersyukur kau sudah menyadarkanku akan tempat ku berpijak kini

Aku benci mengatakan ini bahwa aku takut berjodoh denganmu
Bagaimana mungkin aku merasa sangat benci ketika menyebut namamu
Aku pun sangat benci ketika melihat dirimu yang berani berhadapan denganku
Tapi aku sangat mencintai perkataanmu yang kau tuang dalam tulisan, untukku

Bukan, ucapanku ini bukan tentangmu
Hey, aku bilang, ini bukan tentangmu
Wahai seseorang.

Ya, ini memang salahku
Aku yang mengundang peri-peri cantik itu
Untuk keluar dari persembunyiannya
Aku ingin sekali lagi membuatmu marah
Karena saat itulah aku mulai mengenalmu

Ah, ya.
Kaulah yang ku cintai dalam balutan kebencian,
Duhai hujan..

"Dan kini ku mulai berani memberikan sikap atas tulisan yang kau ukir di dunia ini"

23/10/12

Dan ulahmu itu adalah hal kecil yang mmembuatku benar-benar takut
Takut untuk kehilanganmu dan takut untuk tak bisa lepas darimu
Dan keraguan atas rasa maafmu padaku adalah gombalanmu yang terpendam
Aku menanti manjamu saat mungkin kau lelah berlarian di relung hatiku

Hapus sudah air mata yang melahirkan muara di ujung sana
Aku bangga memiliki engkau beserta kesalahan-kesalahanmu
Aku bahagia bersama engkau beserta kesalahan-kesalahanmu


"Kesalahanmu setiap hari adalah makanan lezatku sebagai pupuk yang akan menumbuhkan cinta di surga kecil kita. Aku mencintaimu beserta jajaran kesalahanmu."

16/10/12

Mereke berkata, kau menungguku di ambang daun pintu yang terbuka sedikit
Menanti kehadiranku yang baru pergi sejak malam sebelum kau terpejam
Aku meringis tersentuh kala membayangkan raut wajah senyum cerminan sakit
Aku tak sanggup membuatmu terluka dengan candaanku yang mungkin terlalu kejam

Setiap malam kau menangis tersedu-sedu dengan Al-Qur'an di pangkuanmu
Tak pernah lepas namaku di dalam do'amu yang kau panjatkan dengan sukarela
Aku selalu menunduk melihat ini sambil menyibakkan air mata, kaku
Ku tak pernah membiarkan kepalamu bersandar pada dinding yang tak hangat
Ku tak pernah ingin melihatmu berdiam uraian air mata melihatku terlelap

Baik, aku benar-benar pulang pada rumah surga kita yang sudah kokoh
Walau terkadang tetap saja aku tidak disisimu saat aku mencium keningmu
Tapi hati ini terpaut pada satu raut wajah yang terkasih dan tercinta

Dengan ini aku mulai mengerti makna dari kecupanmu sejak aku lahir di dunia
Merasa benar-benar berdosa untuk berkata "aku tak pulang ke pelukanmu malam ini"
Padahal sejujurnya aku pasti, PASTI, pulang ke pangkuanmu untuk rehat dipelukanmu

10/10/12

Terjerumus dalam ketakutan yang tak berasal memang bernama keraguan
Dan kamu berada dalam lingkaran itu bersama dugaan yang belum tentu benar

Belajarlah mengerti bahwa kenyamanan itu sangat berharga
Dan belajarlah mengingat bahwa kesehatan itu patut untuk disyukuri
Potongan kisah ini pernah tertuang dalam selembar kertas putih
Pada dimensi ranting batang pohon yang sedikit berbeda dariku


Kubaca sekilas nadi yang mengalir dengan riang malam itu
Aku mengira hanya sebatas percikan yang membuatnya berhenti sejenak
Namun ternyata ada sebuah gumpalan kotoran yang penuh luka

Aku tidak bisa membaca isi hatinya yang mungkin mulai sekokoh pilar imannya
Aku juga tidak bisa membuatnya terus menatap langit yang tak bisa ia gapai

Melihat dirinya sekarang seperti bintang yang tetap bersinar namun semakin jauh
Jauh dariku, darimu, dari kalian, dan dari mereka
Tak mengapa bagiku jika itu membuatmu tak menjadi orang yang dangkal akan akal

Biar bayangmu di sana bersama angin yang menyejukkan
Biar bayangmu di sana bersama air yang menyegarkan
Asal sosokmu masih di sini bersama kami yang penuh dengan peluh keringat
Bersama kami yang juga mengajakmu bergerak

Satu hal yang pernah terucap dari mulutmu, kini diuji untuk dirimu


Berhentilah untuk berhenti!
Lembaran putihmu mulai menjadi dasar pola ingatan banyak muslim

12/09/12

Menurutku,
Galau bukanlah untuk mempermiskin diri
Tapi untuk memperkaya diri

Jadi,
Tolong jangan mempersulit orang lain
Hanya karena kau sibuk mempermiskin diri
Lebih baik kau mengajaknya
Untuk ikut memperkaya diri
Dengan kebaikan dan manfaat yang konkret

30/07/12

Betapa kekuatan rantaian kata itu membuatmu terbangun dari tidurmu semalam
Kau berusaha untuk tidak sholeh sendirian di atas kosakata yang sudah dikuasai
Menjadikan selebaran agar kawan dan lawan menjadi satu kesatuan dalam majlis
Semoga tarian tanganmu menjadi satu cerita untuk genarasi Islam, kelak istimewa

Aku bercerita tentang kau yang tidak sama sekali ku kenal pada kenyataannya
Kata seutas tali, kau memiliki kekuatan hati yang tak bisa di bakar api cemburu
Kata percikan air, kau memiliki kesejukan wajah yang tak bisa di padamkan
Lalu aku mendengar alam berteriak bahwa kau memiliki aku yang tak dapat kau genggam

Untaian kata-kata dalam setiap sujudmu diaminkan oleh malaikat yang selalu bersinar
Lidah yang katanya kelu itu sepertinya hanya hasil tipuanmu untuk membuatku tertawa
Kembalilah ke sisiku, wahai pejuang Allah yang tapak kakinya menuju surga-Nya
Bawa aku menuju kekuatan kosakatamu menuju satu generasi Islam yang kelak berkualitas

29/07/12

Dedaunan kering sangat rapuh terinjak langkah sang musafir
Ular berbisa enggan menjulurkan lidahnya kala siang terik ini
Sang musafir berjalan memejamkan mata, mencari air
Udara lembut lelah bertemu dengan sang pencari jati diri

Langkahnya menuju yang ke seribu, pada tanah yang sama
Jalannya terulang, terus berulang
Mendapati seutas tali yang mengikat kerikil di sana
Dagu sang musafir semakin ingin pulang

17/07/12

Menjadikan cerita ini sebagai olesan krim pada wajah
Bahkan vitamin yang terkandung tak buatku cerah hari ini

Aku sangat sangat berbeda denganmu, kan?
Tataplah sosok jelmaan di hadapanmu ini
Aku sangat sangat berbeda denganmu, kan?

"Tolong buat mereka yakin bahwa aku bukan kamu"

14/07/12


10/07/12


Kelopak mata yang lemah ini sangat mengerti
Terutama ketika bola matanya beradu dengan cinta-Mu

Hamba ini tersorot kamera-Mu, setiap saat
Semoga dagu Hamba tak pernah terlihat dari atas


"Jalan dakwah ini tak luput dari tangan-Mu, kan?"

09/07/12

Diam bukan karena bisu
Tapi diamku memikirkanmu

Senyap bukan berarti lupa
Tapi senyapku menunggumu

Rindu bukan sekedar kata
Tapi rinduku dari hati

Pendek kata, ada pahitnya dan ada manisnya.
Mengapa "kemanisan" yang diundang
Tetapi "kepahitan" pula datang menjelma?

Jawabannya mudah tetapi tiada noktahnya...
Hikmah-hikmah menari di atas kepahitan
Dia butuh kesabaran dan ketabahanku

Aku rindu kamu yang selalu berucap
Bahwa gemerlap lampu kota Bogor itu indah dari tempatku memandang...


"Dakwah Ini Dibangun Di Atas Perjuangan Bukan Keputusasaan"

02/07/12

Ketika gerbang usang saja rela menyakiti rodanya agar terbuka lebar untuk menyambutmu
Lalu kau hanya memuliakan dirimu sendiri dengan angan-angan yang tak berpijak?

Tolong periksa lagi barisan-barisan yang kau pimpin sejenak saat pagi hari itu
Mungkin ada yang berbeda namun kau dibuat buta oleh sesuatu yang disebut SOMBONG
Aku sudah memberi percikan tinta sebagai tanda
Aku juga sudah melingkari angka-angka itu
Bahkan aku sudah menyiapkan lembar bulanan

Betapa mata ini sangat menghargai setiap menutupnya kelopak matamu
Kau bukan sembarang mulut yang asal mengeluarkan cudah dan bau
Aku pasti akan menundukkan wajah kala kau tersenyum menyentuh daguku
Sungguh mahal harganya bisa mengetahui warna rona pipi di wajahmu

Lalu aku melihatmu memilih tenggelam pada tumpukan bantal
Ku pikir, mungkin ini yang disebut hak dari sebuah pilihan
Tapi tak ku sangka, otakmu terus pada tempatku berpijak
Terimakasih, tidak melupakan kewajibanmu atas kehidupanku

Aku sudah memberi percikan tinta sebagai tanda
Aku juga sudah melingkari angka-angka itu
Bahkan aku sudah menyiapkan lembar tahunan

Mungkin sudah saatnya,
Aku yang dihargai kala menutup kepolak mataku
Aku yang bukan sembarang mengeluarkan cudah
Aku yang akan menyentuh dagu-dagu itu
Dan aku yang memperkenalkan warna rona pipiku
Pada siapa?
Pada aku-aku lain yang belum pernah terjangkau

Dan ingat wasiat ini kala kau tak mengerti
Mengapa kelak aku tenggelam pada tumpukan bantal
Sepertimu terdahulu

28/06/12


Mujahidahku..
Tumbuhlah engkau dalam dunia yang penuh ibroh
Belajarlah engkau dalam buku yang penuh makna
Dewasalah engkau dalam cinta yang penuh kebahagiaan

Mujahidahku..
Tingkahmu di jalan usia merangkak
Menciptakan tangis-tawa ketika kau terjatuh

Mujahidahku..
Tngkahmu di jalan usia berlari
Menciptkan kekhawatiran ketika kau terjatuh

Mujahidahku..
Tingkahmu di jalan usia berjalan santai
Menciptkan keraguan ketika kau terjatuh

Mujahidahku..
Ini hanya sebuah proses
Proses singkat untuk hasil yang panjang

Tetaplan pada dunia, buku, dan cinta
Yang selama ini kau dapatkan dalam dekapanku

Aku sangat mencintaimu,
Ibumu yang merindukan wajah mujahidahku :)
Pernah berjalan di dalam air?
Pernah tenggelam di udara?
Atau pernah terbang di antara lapisan tanah?

"Hal serupa yang aku rasakan ketika mendengar kau tak ada di pihakku"
Menapaki kehidupan di pelupuk matanya
Sama saja dengan bergantung pada rantai yang hendak putus
Hati yang telah ia sandarkan pada dinding rapuh itu
Sudah menjadi cairan merah kental yang terus menetes

Bicara tentang skenarionya yang (jujur) tidak pernah stabil
Aku merasa seperti tidak ada lubang untuk keluar dari ceritanya
Selalu saja ada hadiah terindah darinya tapi itu hadiah terburuk bagiku
Lalu ia hanya tersenyum, lalu berbalik badan sambil tersedu

Ah, klise
Basi
Monoton
Dan tidak normal!

"Cobalah menjadi manusia normal yang seutuhnya, jadikan dirimu bukan seperti orang lain. Selangkah lagi kau maju menjadi penipu, aku akan maju dua langkah untuk menamparmu!"

20/06/12

Letakkan atribut rencanamu ketika kau masih egois terhadap keputusan
Atur hatimu dan teruslah berkata bahwa saat ini kau tidak sendirian
Tulisan pada dinding ratapan itu kelak membuatmu semakin kerdil tak berharga
Catat segala kesalahanmu, dan buat matamu menatap kertas tak bernama

Penyakitmu itu tidak masuk dalam kategori penyakit seorang muslim
Bahkan kau pun yakin, kau tidak berada dalam lingkaran yang berhimpun

Semakin hari, peluang waktumu untuk melihat matahari semakin sempit
Kau sadar sedang berada dalam putaran waktu yang sedang berlomba lari
Dimana rasa syukurmu ketika waktu tak sedang dalam keadaan terhimpit?
Bukankah saat itu juga kau memiliki segudang jadwal untuk dilalui?



Tempat kau berpijak saat ini hanyalah sebuah rumah usang
Dan perlu diingat, di sini kau hanya menumpang
Jika kau berpikir sampai dasar laut, kau tak setegar karang
Atas dasar apa kau nyaman tertidur dalam zona tanpa ruang?

Ini semua tentang hidupmu yang penuh kebingungan
Orang di sekelilingmu masih setia dalam genggaman
Sekarang sudah waktunya kau yang mengambil peran
Cobalah untuk taklukkan dunia yang bertabur pilihan

12/06/12

Terbesit untuk memberinya seutas bibit pun aku enggan, kala itu
Memberi sinar bahkan melirik pun aku tak pernah, kala itu

Lalu aku tercengang sendirian
Melihat layar putih yang terus berputar di hadapan
Menceritakan aku di kala itu
Ya, dia yang tak pernah berjumpa denganku

Sekarang,
Dia memberiku seutas bibit, lengkap dengan pupuk dan airnya
Dia bukan hanya melirikku, tapi juga menyinariku
Lalu aku benar-benar marah padanya saat aku tumbuh
Tumbuh itu ternyata menyakitkan untukku
Dia menangis dan meminta maafku
Aku masih marah lalu membunuhnya pelan-pelan
Tapi sinar darinya tak pernah redup
Sampai kurasa aku tak pantas untuk membunuh



Aku sedikit mengenalnya
Dia yang sering menamparku
Tapi aku menyukainya

Hmm..
Aku baru merasakan satu hal yang aneh
Terkadang aku rindu sinarnya
Biarlah,
Aku memang membutuhkannya
Saat aku tumbuh dan berkembang

Temani aku tumbuh
Karena ternyata
Aku rela sakit disisimu

09/06/12

Utuh
Utuh
Utuh

Lingkaran ini utuh
Akan selamanya utuh
Karena apa?
Karena kesedihan
Karena kebahagiaan
Menjadi sebuah syukur
Dan menjadi sebuah keputusan
Untuk kita
Kita yang UTUH

08/06/12

Aku menghirup aroma kehangatan saat mata itu melirik bebatuan
Melihat sepatu usangnya di sisi pun aku merasa nyaman
Bahkan aku tak bisa buang muka saat wajahnya di hadapanku
Terkadang ia membuatku beku di bawah teriknya matahari
Juga membuatku gerah di atas tumpukan bongkahan es

Anehnya, tangan besarnya itu tak pernah bisa menggapai tanganku
Bahkan ketika mata ini hampir beradu pun sepertinya angin tak rela
Mungkin badai semalam adalah peringatan untuk mimpi sia-siaku
Aku bersyukur ketika hujan melarangku untuk beranjak ke sisinya

Langkahnya sudah tak tepat sasaran
Bentuk kesetiaannya padaku seakan termakan oleh air keruh di kawah
Aku berharap ia tak pernah pulang sejak ia pergi tanpa pamit

Aku tidak kecewa ketika bayangannya sudah tak bisa ku injak
Aku bahkan sangat gembira ketika melihat ia sibuk dengan yang lain

Berjanjilah untuk membuatku selalu tersenyum, walau itu sakit :)

02/06/12

Berhentilah menatapku seperti anak yang butuh permen
Aku tak juga semangat ketika kau memberikan bahu
Sekali saja telapak tanganmu menyentuhku
Mungkin senyum di wajahku tak pernah lepas lagi untukmu

Suaramu tak akan pernah terhapus malam
Dan kenangan bersamamu tak akan hilang oleh angin

Tak perlu diragukan lagi usahamu untuk mencintaiku
Aku memang tak pernah ingin menatap cintamu
Karena cintamu pantas untuk di balas
Di atas jurang,
Dunia ini benar-benar terbentang
Terkadang seolah ia hendak melahapku
Terkadang seolah ia hendak membelaiku
Seringkali membuatku sesak karena tangannya
Lalu membuatku tertawa karena wajahnya

Ilmu yang ku genggam belum menjadi hitungan
Lihatlah saku bajuku yang berisi kepalan tangan
Terasingkan karena mulut ini terlalu tak sungkan

Upacara pelepasan dirimu saat malam hari
Seperti berada di balik jeruji besi
Aku berteriak tanpa suara di atas tanah suci
Membawa namamu untuk segera kembali

Sudah lelah, sejujurnya
Kaki ini memaksaku untuk mengukir jejak
Jejakmu yang sempat terputus timbulkan tanya
Namun aku tak pernah sempat untuk menebak
Karena ku tau itu hanya sia-sia

Lalu,
Sekarang dimanakah dirimu?
Masih berada di balik pelangi,
atau sudah berada di balik api?

09/05/12

"ketika Kau menjemputku, tolongan katakan pada mereka, bahwa Kau lebih menyayangiku.."

Heeeyyy, aku pun menyayangimu
Ya, aku protes, sangat protes pada kalimatmu

Hidupku sedikit berantakan tanpa pengawasanmu
Sudah sebulan lebih kita tak bertemu, ya?
Aku sudah sadar dari 17 tahun yang lalu,
Aku sangat bergantung padamu, sangat

Oh iya, kau tau aku datang ke rumah barumu?
Kata orang, kau mendengar segala suara gerak bibirku
Di sana
Aku jatuh tersungkur pada rumah cantikmu
Maaf ya, aku memang cengeng dan lemah
Tapi aku benar-benar tersungkur, kau lihat itu, kan?
Seharusnya kau memelukku seperti biasanya
Tapi aku tau kau sudah melakukan itu selama 18 tahun
Dan aku merasa beruntung sering berbagi selimut denganmu

Aku kehilangan arah berpikir saat di rumah
Kau tau?
Rasanya aku hampir gila karena drama ini
Pada larut malam, mata ini sulit terpejam
Ku pikir, apa kau juga terpejam di sana?
Aku terbiasa tidur di jam yang sama denganmu
Kau ingat?
Aku akan mengganggu segala rutinitas malammu
Hanya untuk tertawa menghilangkan penat
Tapi kau bilang, kau bahagia bukan dengan gangguanku?
Lalu kenapa malam itu tak lagi terjadi?
Sejak 30 Maret 2012 itu, ya aku ingat

Aku menunggu kau pulang
Ah, salah
Mungkin kau yang menungguku pulang
Namun rasanya sulit mendapatkan pintu masuknya
Aku seringkali hampir menyentuhnya
Namun terkadang malaikat itu memberiku seraut wajah
Wajah teduhmu
Dia bilang, belum saatnya, belum saatnya sepertimu

Aku tau kau bahagia di sana
Akankah kau bagi bahagia itu kepadaku seperti biasanya?
Kau bilang, aku adalah kawanmu
Lidah kelumu itu pernah berterimakasih kepadaku
Kau ingat?
Ya, pada puisimu yang tak pernah terbaca olehku

Sebenarnya aku sangat ingin banyak protes
Tapi semakin aku protes,
Mungkin kau semakin kecewa denganku
Maafkan aku, ya?

Boleh aku sering ke rumah barumu?
Untuk sedikit beristirahat dan beradu senyum denganmu
Dan tentunya untuk mengganggu waktu tidurmu
Seperti biasanya, kan?

Terimakasih sudah hadir dalam ceritaku
Sampai kapanpun, kau tetap jadi bagian hidupku
Aku harap, rumah kita nanti berdampingan
Biar kepingan ini tetap menjadi kenangan

Salam manja,
Adikmu yang tak setegar dirimu


"Inget inget terus wajah manjaku padamu, nanti mau manja lagi :)"

25/03/12

Tomcat hinggap di suatu masa
Kelam, suram, pada waktu malam
Mungkin ia hanya hinggap untuk beristirahat
Mengambil sebuah cerita dari negeri seberang
Kami mengerti

Wataknya yang tak bisa ditebak
Membuat pipi ini merah merona
Tomcat mendadak terkenal

Kami menoleh untuk melihat hinggapan lain
Wajah lesu yang jiwanya terombang-ambing
Tak menentu ke arah kemana ia bermain
Merasa di dunia ini tak ada rona Saing

Hey!
Lihat layar lebar yang ada di atas kepalanya

Lagi, sebuah lingkaran yang masih dipertanyakan
Membuatnya bahagia. Sangat bahagia
Namun kini,
Perlahan sisi lingkaran mulai keropos
Mulai menghilang tanpa izin
Dan dia mulai gila

Hati kami terpanggil karenanya
Namun kaki ini seperti kaku

Dia berteriak dalam videonya
Datanglah sosok "guru",
Atau biasa kami panggil "teman"
Mengusap kepalanya dengan lembut
Menggenggam tangannya dengan erat
Namun saat itu pun sang sosok benar-benar menghilang

Kami terpaku
Mengingat dua kata yang telah jadi sorotan
Mungkinkah ini sudah masanya?
Sebuah masa yang disebut..
Krisis mentor

Dia terdiam dalam tanya,
Kemana sosok itu akan pergi?
Sebentar atau lama?
Akan kembali atau tidak?
Mengingatnya atau tidak?
Ingat janjinya atau tidak?
Akan memenuhi amanahnya atau tidak?
Akan pergi bersama izinnya atau tidak?
Dia tertunduk lesu
Terus bertanya tanpa mencari jawabannya

Kami ingin menjawabnya,
Benar-benar ingin menjawab dari semua pertanyaannya
Duhai, manusia
Sosok itu akan datang kembali walau berbeda generasi
Dan sosok itu takkan pernah mati
Walau wajah ini akan berbeda kelak
Namun untaian kata yang terucap akan sama
Kami menyayangimu, wahai manusia
Kami akan menggantikan "guru" dan "teman"mu
Yang mungkin pergi untuk amanah lain
Ya, AMANAH LAIN

Kami terbang untuk meninggalkannya sejenak
Memanggil para "malaikat" untuk sejalan
Untuk memetik sebuah bunga kebahagiaan
Ingin bahagia bersama kami?
Ikuti kami,
Di jalan dakwah-Nya
Kami pun kembali bersama berjuta "malaikat"

Dia mulai merasakan kehadiran kami
Perlahan menghampiri
Sejak hari ini,
Sebuah amanah mengalir dalam tubuh kami

22/03/12


Gudang kesetiaan tak berjarak antar ruang
Getar bibir ini tak pernah berhenti, di sana
Kami menikmatinya bersama mereka, girang

Seribu cara ku coba melepas menatap
Hati ini sudah terlanjur tertinggal di jendela
Tempat biasa ku menanam harap

Aku rela hangus di makan kotornya lantai
Kami berusaha menghapus segala debu yang tak berdosa
Bersama mereka, aku melahap habis sore hari
Aku melihat titik terang sebuah pembinaan remaja

Saksikanlah, duhai Sang Rabbi
Kami menghapus air mata ini di rumah-Mu

"Mentoring? Mau, dooong!"

18/03/12

Seniman kemarin melukis luka
Penyanyi kemarin lantunkan derita

Tapi aku adalah aku
Kemarin, hari ini, esok
Melahirkan nostalgia di sudut lorong

Rasanya?
Sebesar harapan yang tak kenal pecundang

Aku terbahak geli
Menatap batang hidungnya
Ku sadar, itulah mata hati
Dan aku percaya

Satu yang tak pernah ku ingat
Kata orang, ku bagian darinya
Tapi dia bilang, dia bukan siapa-siapa

Aku tertatih mengatakannya
Ranting pohon membuatku jatuh
Menegurku yang kurang beruntung

Ini sejarah,
Sejarah nafas sebuah logika
Aku tidak membunuh
Juga tidak menjajah

Dan lagi-lagi tawa setan itu menggema
Jika memang logika itu tak sampai padamu
Tolong,jangan paksakan semuanya

Coba tolong ingat-ingat lagi
Satu kata
Yang pernah menyatukan nafas kita

Sudah sering suaraku menggema, di langgar
Maksudku, tepatnya suara kami
Takbir itu, ya! Dentuman takbir itu!

Dakwah kami tak pernah berkhianat
Sekali kami tak pulang,
Maka debu pun enggan terluka

Aku merasa tak lucu, sayangnya
Boneka salju tak lagi menjadi penyiar

Singkatnya,
Apa artinya sebuah...
"LINGKARAN"?

29/02/12

Dia berkata setelah tahajjud
"Jangan merindukanku"
Dan kini?
Terkutuk aku dibuatnya
Malam yang kelam ini, aku merindu
Lagi

Petir kemarin membelah segala keterpurukan di matanya
Mereka yang menyukai ini hanya terdiam sambil berpaling
Aku benci keterlambatan
Lantunan peraduan air dan batu mempercepat tempo
Mereka berlari seperti dikejar bayangan ular
Matanya kini bening oleh sesuatu yang disebut iman

Mereka bertumpu pada sebuah rumah pohon
Namun aku berkata, ini bukan rumah kami
Mungkin bayangan ular itu sudah tidak mengejar mereka
Tapi kini mengejar si mata bening
Dan aku tertawa puas

Pilar-pilar desa tempat mereka mencari kebahagiaan
Sudah ambruk termakan amuk alam
Ya, mungkin alam tak suka kebahagiaan mereka

Si mata bening memohon padaku
Oh, aku begitu tersanjung
Mereka mati di tanganku

Sebentar,
Ada potongan kisah yang tertinggal

Aku sempat sendiri di atas langit
Menyaksikan mereka dan si mata bening
Seolah membuat irama kehidupan sendiri
Ironisnya, aku tak tertarik untuk merubahnya

08/01/12


Ada kalanya ketika pasang surut ombak tak lagi menerjang bebatuan
Membuat sang ombak tadi, kini tenggelam dalam butiran pasir murni
Air keruhnya berusaha mencaci dan menampar sang langit yang tak bertuan
Namun seberkas kotoran kecil membuatnya benar-benar kecewa hari ini
Asa yang bertengger dalam hatinya kini mulai rapuh terinjak waktu
Hamparan laut kesabaran dan harapan perlahan meluap dari berbagai sisi

Opera menegangkan siap untuk berpesta di malam kemenangan umatnya
Hanya saja tidak semua dapat merasakan tegangnya sebuah permainan

Aku tidak bicara soal penyakit hati yang biasa orang bicarakan
Mungkin ini hanya satu dari banyak rasa yang tak bisa diungkapkan
Alangkah baiknya jika kita bermula dari awal, pada titik 0, nol
Nantikan angka itu akan bergeser ke kanan atau bergerak ke atas
Aku bukan penggerak kalian yang menjadi alat permainan mereka
Hanya saja, aku mampu bertahan dalam bahu yang memikul banyak pesan

Teman Lila