Si Kecil Mau Menikah Muda
Pelindung itu,
Ya. Dia ramah pada bingkisan lama
Ketika sendiri,
Dia tak menyimpannya
Lamunan petang pun tak buatnya seperti batu
Ah.. Bingkisan lama itu aku
Cerita singkat ini tentang si adik yang sekarang badannya lebih besar dari badan saya, Olan. Yap, saya kadang bingung harus memanggilnya kakak atau adik, karena justru dia yang melindungi-merawat-mengurus saya. Tapi dibalik itu semua, masih tersimpan rasa manja yang tidak bisa ia tutupi di waktu-waktu tertentu.
Belakangan, ada yang membuat saya ingin menjitak kepalanya berkali-kali. Bagaimana tidak? Di usianya yang 5 tahun di bawah saya, 15 tahun, ia sudah memiliki rencana absurd untuk menikah muda. Si Kecil ini sangat bersemangat ternyata.. Terang saja ini menjadi bahan ledekan ketika ia masih bersikap seperti anak kecil. Hal yang paling menggemaskan itu adalah rencananya yang abstrak dan random, membuat saya tidak yakin bahwa kali ini ia tidak sedang kasmaran..
Kekuatan dari buliran semangat bertemu
Aku menamainya kamu
Tempat canda ini beradu
Aku sebut itu kamu
Ada kebiasaan yang sering menjadi keharusan bagi saya untuk memberinya sesuatu setiap pulang ke rumah, yaitu :
1. Setiap pulang dari Ciputat, tak bosan ia meminta saya untuk membelikannya tahu pedas, barang beberapa biji tak mengapa, katanya. Hampir setiap pekan aku membelikannya, dan ini seperti rutinitas yang tidak boleh di tinggalkan, Karena ketika saya lupa atau sengaja tidak membelikannya, ada raut kecewa yang membuat saya seperti berutang padanya
2. Setiap pulang dari Kota Bogor (rumah saya di Kabupaten Bogor), ia memiliki makanan kesukaan baru, lumpia basah. Ya, dia memintaku membelikannya. Makanan yang berbahan dasar toge ini mampu mengikat lidah Si Bungsu. Yang ini, hukumnya tidak terlalu wajib, karena tetap saja dia paling suka tahu pedas di banding lumpia basah ini (mungkin hhe).
3. Pulang dari manapun, saya harus membawa wajah yang tidak letih. Karena Si Kecil ini ternyata senang mengajak adu canda dengan bahasa yang kadang sulit dimengerti. Minimal bercanda yang membuat saya harus mencubit pipinya yang masih saja tembem. Atau minimal berebut remot tv, padahal film yang ditonton ada pada channel yang sama. Ga jelas kenapa berebut remot, kan?
Walau dia tidak pernah bilang bahwa dia sangat mencintai kedua kakak perempuannya ini, tapi saya melihat efek dari rasa itu. Contohnya, ketika kakak saya meninggal 2 tahun lalu, ada peristiwa yang membuat saya memegang tangan Si Kecil dengan erat. Kabar itu menggelegar di Jum'at pagi yang mendung.. Ketika telepon rumah berdering dari pihak rumah sakit, Olan mengangkat telepon dan sedikit teriak tidak percaya pada seseorang di seberang telepon. Tak lama dari penjelasan pihak rumah sakit, Olan berlari ke belakang rumah dan memukul pintu mesin cuci. PRAK!! Pintu itu hancur seketika dan tangannya luka-luka. Dari situ aku berpikir bahwa dia marah pada keadaan, tapi ternyata bukan, dia hanya meluapkan emosi karena si Kecil tak ada di sisi Si Besar saat itu..
Sepenggal tangga yang bernada
Hilang membawa sejarah yang panjang di gudang
Kau coba mengembalikannya
Tapi bahkan kau sendiri tak menemukannya
Duduklah di sisiku,
Kau tak perlu mencari di belahan dunia manapun
Tak perlu membuat matamu berair dan merah
Karena apa?
Tangga bernada itu ada di hatimu
Tangga bernada itu ada di hatimu..
Ya. Dia ramah pada bingkisan lama
Ketika sendiri,
Dia tak menyimpannya
Lamunan petang pun tak buatnya seperti batu
Ah.. Bingkisan lama itu aku
Cerita singkat ini tentang si adik yang sekarang badannya lebih besar dari badan saya, Olan. Yap, saya kadang bingung harus memanggilnya kakak atau adik, karena justru dia yang melindungi-merawat-mengurus saya. Tapi dibalik itu semua, masih tersimpan rasa manja yang tidak bisa ia tutupi di waktu-waktu tertentu.
Belakangan, ada yang membuat saya ingin menjitak kepalanya berkali-kali. Bagaimana tidak? Di usianya yang 5 tahun di bawah saya, 15 tahun, ia sudah memiliki rencana absurd untuk menikah muda. Si Kecil ini sangat bersemangat ternyata.. Terang saja ini menjadi bahan ledekan ketika ia masih bersikap seperti anak kecil. Hal yang paling menggemaskan itu adalah rencananya yang abstrak dan random, membuat saya tidak yakin bahwa kali ini ia tidak sedang kasmaran..
Kekuatan dari buliran semangat bertemu
Aku menamainya kamu
Tempat canda ini beradu
Aku sebut itu kamu
Ada kebiasaan yang sering menjadi keharusan bagi saya untuk memberinya sesuatu setiap pulang ke rumah, yaitu :
1. Setiap pulang dari Ciputat, tak bosan ia meminta saya untuk membelikannya tahu pedas, barang beberapa biji tak mengapa, katanya. Hampir setiap pekan aku membelikannya, dan ini seperti rutinitas yang tidak boleh di tinggalkan, Karena ketika saya lupa atau sengaja tidak membelikannya, ada raut kecewa yang membuat saya seperti berutang padanya
2. Setiap pulang dari Kota Bogor (rumah saya di Kabupaten Bogor), ia memiliki makanan kesukaan baru, lumpia basah. Ya, dia memintaku membelikannya. Makanan yang berbahan dasar toge ini mampu mengikat lidah Si Bungsu. Yang ini, hukumnya tidak terlalu wajib, karena tetap saja dia paling suka tahu pedas di banding lumpia basah ini (mungkin hhe).
3. Pulang dari manapun, saya harus membawa wajah yang tidak letih. Karena Si Kecil ini ternyata senang mengajak adu canda dengan bahasa yang kadang sulit dimengerti. Minimal bercanda yang membuat saya harus mencubit pipinya yang masih saja tembem. Atau minimal berebut remot tv, padahal film yang ditonton ada pada channel yang sama. Ga jelas kenapa berebut remot, kan?
Walau dia tidak pernah bilang bahwa dia sangat mencintai kedua kakak perempuannya ini, tapi saya melihat efek dari rasa itu. Contohnya, ketika kakak saya meninggal 2 tahun lalu, ada peristiwa yang membuat saya memegang tangan Si Kecil dengan erat. Kabar itu menggelegar di Jum'at pagi yang mendung.. Ketika telepon rumah berdering dari pihak rumah sakit, Olan mengangkat telepon dan sedikit teriak tidak percaya pada seseorang di seberang telepon. Tak lama dari penjelasan pihak rumah sakit, Olan berlari ke belakang rumah dan memukul pintu mesin cuci. PRAK!! Pintu itu hancur seketika dan tangannya luka-luka. Dari situ aku berpikir bahwa dia marah pada keadaan, tapi ternyata bukan, dia hanya meluapkan emosi karena si Kecil tak ada di sisi Si Besar saat itu..
Sepenggal tangga yang bernada
Hilang membawa sejarah yang panjang di gudang
Kau coba mengembalikannya
Tapi bahkan kau sendiri tak menemukannya
Duduklah di sisiku,
Kau tak perlu mencari di belahan dunia manapun
Tak perlu membuat matamu berair dan merah
Karena apa?
Tangga bernada itu ada di hatimu
Tangga bernada itu ada di hatimu..
0 komentar:
Posting Komentar
Bicaralah :D