08/10/14

Kisah Koin

Bismillah..
Kali ini saya tergugah untuk menceritakan pengalaman sebuah tugas luar biasa. Semoga ketika pembaca mendapatkan tugas yang sama, sudah tidak bingung lagi harus ngapain :)



#KisahKoin
Di awal perkuliahan semester 5 ini, singkat cerita, ummi bercerita sambil menggenggam beberapa dompet kecil yang terdengar suara adu uang receh.
"Ummi punya uang Rp 300.000. Semuanya ummi tuker dengan uang 1000-an koin yang baru. Setiap dompet ini, ada uang sejumlah Rp 50.000. Dari 6 dompet, ummi bagi-bagi, ya. 2 untuk Abi, 2 untuk Ummi, 1 untuk Lila, dan 1 untuk Olan. Ini udah jadi hak milik masing-masing, pemiliknya lebih tau fungsinya untuk apa uang receh ini. Nih..."


Masih dalam keadaan bingung dan dahi yang berkerut, saya pun menerima dompet uang receh tersebut. Saya lihat, abi bersemangat merencanakan sesuatu dengan uang receh tersebut. Lalu beliau letakkan dompet itu di lemari kerjanya. Kemudian saya memandang adik yang malah asik memainkan uang receh tersebut, lalu ia bawa ke dalam kamarnya. Bingung tak menemukan jawaban, saya mendekat ke arah ummi. Lalu bertanya, "jadi, ini untuk apa?"
Ummi menjawab sambil bersiap untuk berdiri, "nanti juga butuh.."

#KisahKoin
Apa yang pembaca pikirkan ketika mendengar jawaban ummi seperti itu? Yap, yap, yap. Cadangan uang ketika perlu ongkos uang receh, ketika butuh uang mepet, ketika fotokopi dalam jumlah kecil, dan ketika kekepet kehabisan uang kemudian menukarkan uang tersebut dengan kebutuhan mendesak. Saya pun, berpikir demikian. Ya sudah, saya masukkan dompet uang receh tersebut ke tas bagian depan, agar mudah di ambil. Dan mulailah saya melangkah ke Ciputat dengan membawa dompet itu.
Hari pertama, paginya sudah terpakai beberapa koin untuk membeli permen. Lalu siangnya terpakai untuk jajan cemilan. Esoknya terpakai untuk fotokopi dan membeli tissue. Esoknya saya tidak menggunakannya, karena uang yang keluar adalah jumlah besar. Sampai pada akhirnya sudah Hari Jum'at. Saya memandangi tumpukan uang receh itu, "tetep aja masih banyak.. yowes simpan aja, dah.."

#KisahKoin
Jum'at malam saya pulang ke Bogor. Saya tidak mencoba membuka obrolan mengenai uang receh itu. Karena menurut saya, wajar saja tidak habis, kebutuhan saya akan uang receh itu masih kecil..

#KisahKoin
Menjelang malam di Hari Ahad sore. Ummi merebahkan kepalanya di sebelah kepala saya. Sambil berebutan bantal, ummi bertanya, "uang recehnya udah habis, La?"
Saya jawab dengan malas, "belom lah. Mi.. Banyak banget itu, ada 50 kan berarti?"
Ummi hanya menjawab pertanyaan saya dengan ketawa kecil. Lalu menimpal dengan pernyataan yang membuat saya berhenti merebut bantal miliknya. "Nanti ummi tambahin kalo kurang.."
Dalam hati, saya bicara sendiri. Ini mau ngapain, dah? 50 koin uang receh harus habis dalam waktu seminggu? Mau beli makan 3x sehari pake uang receh? Yakali.. Belum habis aja udah di tawarin lagi..

#KisahKoin
Dan benar saja. Saya melihat ummi sudah bersiap dengan uang receh tambahannya. Tapi yang meminta tambahan ternyata hanya Abi. Saya dan Olan? Setengahnya pun belum habis..

#KisahKoin
Sampai suatu ketika. Saya sengaja tidak menaruh uang receh itu di dalam tas. Melainkan saya taruh 5-10 koin di kantung rok. Mmm, lumayan berisik..
Ketika perjalanan dari kostan menuju kampus, saya melewati pintu kecil pembatas antara kampus dengan pinggiran ruko sebelah kampus. Warga kampus biasa menamakannya "pintu doraemon". Nah di pintu doraemon itu biasa duduk menengadah beberapa orang pengemis. Dari yang muda sampai yang sudah keriput. Kemudian saya berikan uang receh itu 2 koin setiap pengemisnya. Tapi lagi-lagi kadang terbesit, "kenapa harus mengemis? bukankan itu pekerjaan yang tidak memuliakan diri sendiri?"
Walaupun pertanyaan itu sering timbul, tapi tetap saya lakukan saja memberikan uang receh itu pada mereka. Kadang saya sambil berharap agar mereka sadar terhadap pekerjaannya..

#KisahKoin
Kemudian, sepulangnya saya ke Bogor. Sudah sangat biasa ada pemandangan yang -menurut saya- menggangu. Pengamen anak muda yang bergaya punk. Jujur, saya takut dengan mereka. Beberapa kali menatap heran pada mereka-mereka yang ngamen untuk mendapatkan 1 batang rokok. Saya sangat jarang memberikan yang kepada mereka. Karena saya pikir, mereka akan gunakan uang saya itu untuk membeli rokok. Lalu buat apa saya kasih?
Tapi kali ini tidak. Saya memberanikan memberi uang receh itu ke mereka. Ke setiap dari mereka yang mengamen maupun melintas di hadapan saya. Saya tidak peduli mereka gunakan untuk apa uang dari saya itu. Saya tidak peduli dan tidak mau tau. Terserah.

#KisahKoin
Di angkot terakhir yang mengantarkan saya sampai rumah, saya mengecek uang receh tersebut. Saya terbelalak kaget. Tersisa 4 koin di dompet tersebut. Sumpeh, Lu? Duitnya pada kemane?
Saya memutar otak untuk mengingat kejadian-kejadian seminggu ini. Masya Allah.. Hampir setengahnya lebih saya gunakan untuk berinfak. Sesuatu yang tidak begitu biasa saya lakukan. Apalagi terhadap mereka-mereka yang saya pikir mampu bekerja lebih baik.
Saya menyandarkan kepala ke jok angkot. Sambil menggenggam dompet uang receh yang sangat tipis. Allah.. Inikah yang diinginkan oleh ummi?

#KisahKoin
Perjalanan pulang itu menjadi sangat berarti bagi saya. Ada pola pikir baru yang saya dapatkan dari tugas luar biasa ummi. Perintahnya mudah : pemiliknya lebih tau fungsinya untuk apa uang receh ini. Itu terserah pada kita, mau digunakan untuk apa uang -yang dianggap- kecil/receh ini. Dan ternyata, yang paling nikmat adalah ketika fungsinya untuk diinfakkan..
Saya jadi teringat kalimat ummi : "nanti juga butuh.."
Yap, pada dasarnya bukan mereka yang membutuhkan uang dari kita. Tapi kita yang butuh membersihkan harta-harta kita dari hak orang lain..
Lagi-lagi terngiang kalimat angkuh saya : Karena menurut saya, wajar saja tidak habis, kebutuhan saya akan uang receh itu masih kecil.. Masya Allah.. Kecil? Kecil??? Kecil?!
Ingat kalimat ummi yang ini? "Nanti ummi tambahin kalo kurang.."
Harus saya katakan bahwa itu kalimat sindiran pada seseorang yang tidak mampu menghabiskan uangnya untuk bermanfaat bagi orang lain..

#KisahKoin
"kenapa harus mengemis? bukankan itu pekerjaan yang tidak memuliakan diri sendiri?"
Karena saya pikir, mereka akan gunakan uang saya itu untuk membeli rokok. Lalu buat apa saya kasih?
Seharusnya kita fokus saja pada urusan kita. Memang banyak perdebatan dalam hal ini. Tapi kita ambil mudahnya saja. Berikan saja uangnya pada mereka, berharaplah mereka miliki mental yang lebih kuat dari itu, dan sempurnakan dengan do'a agar mereka segera menjemput rezekinya di pintu yang lain. Mudah, bukan?
 Saya belajar untuk ikhlas dan tidak menghintung-hitung apa yang sudah terjadi..
Sumpeh, Lu? Duitnya pada kemane?
Pertanyaan spontan itu membuat saya tertawa berkali-kali. Konyol. Infak kok ga pake hati? Seharusnya di niatkan, walaupun bukan berarti diperhitungkan.

#KisahKoin
Saya belum menceritakan ini kepada ummi. Tapi sepertinya ummi sudah tau apa yang terjadi kepada saya, terutama dalam hal menyelesaikan tugas luar biasanya.
Kejadian malam ini saya anggap sebagai pembagian raport dari tugas luar biasa ummi. Ada apa dengan malam ini?
Ummi tiba-tiba berkata -entah pada siapa-, "kita harus paksa.. Yang sedikit tapi rutin, akan membiasakan pada yang besar tentu juga rutin.. Ada yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan sangat baik.."
Seketika pipi saya merah, malu.

0 komentar:

Posting Komentar

Bicaralah :D

Teman Lila